Sokola Rimba menceritakan perjuangan
Butet Manurung, seorang sarjana dan master Antropologi yang bertahun2 mendekati
orang2 dan anak2 Rimba agar mereka mendapat pendidikan. Yang saya suka dari
buku ini adalah konsep pendidikan yang dikenalkan oleh Mbak Butet. (haduh saya
bingung manggil Mbak Butet atau Teh Butet ya ato Butet aja. Berasa ga sopan
kalo Butet aja, tapi Butet itu dalam Bahasa Batak artinya juga Mbak :D). Mbak Butet
ini awalnya bekerja di WARSI, sebuah LSM konservasi hutan di Sumatra dan
ditugaskan di bagian pendidikan. Target utama yang diberikan pada Mbak Butet
waktu itu adalah
mengajar baca tulis bagi anak2 Rimba.
mengajar baca tulis bagi anak2 Rimba.
Orang2 Rimba adalah sebutan bagi
suku yang mendiami Taman Nasional Bukit DuaBelas (TNBD) yang ada di Jambi.
Sebutan keren bagi suku seperti Orang Rimba ini adalah indigenous people. Orang
Rimba hidup di hutan, dengan berburu dan meramu. Mereka hidup berkelompok dan
berpindah2. Sayangnya kehidupan mereka banyak mengalami gangguan, terutama
karena kerusakan hutan, penebangan liar, perubahan lahan hutan jadi lahan
kelapa sawit, dsb. Di TNBD sendiri, ada beberapa kelompok (yang disebut
rombong) orang Rimba. Waktu Mbak Butet mendekati orang Rimba dan menawari
pendidikan, mereka takut, bahkan menolak. Menganggap pendidikan akan mengubah
adat mereka, bahkan mereka menjuluki pulpen sebagai “setan bermata runcing”.
Orang Rimba bilang begitu karena mereka sering ditipu orang terang (sebutan
untuk orang kota atau desa, yang bukan orang rimba). Orang2 terang menulis
perjanjian diatas kertas, minta cap jempol orang Rimba, yang karena tidak bisa
baca, tidak tahu ternyata isinya adalah surat perjanjian untuk menjual hutan
mereka, tanah mereka dsb. Orang terang kadang ada yang menipu orang Rimba
ketika menjual hasil hutan di pasar, timbangan 5 kilo dibilang 3 kilo, 3 kilo
dibilang sekilo. Karena tidak bisa baca, orang Rimba cuma bisa nurut, walapun
dalam hati mereka bertanya2 “rotan hari ini lebih banyak dari kemarin, kenapa
dapat uangnya sama?”. Berbagai ketidakmujuran dialami orang Rimba karena tidak
bisa baca tulis.
(Note : orang Rimba menjual hasil
hutan/hasil pertanian pada masyarakat luar, biasanya lokasinya di sekitar
hutan, mereka juga sudah mengenal uang, yang biasanya juga dipakai untuk
belanja kebutuhan di pasar setempat, misal : gula, beras, dsb yang tidak bisa
didapat dari hutan).
Selama bertahun2 Mbak Butet ini
pindah2 dari satu rombong orang rimba ke rombong orang rimba yang lain,
berkeliling hutan. Pernah diusir, dibilang pembawa bencana, bahkan dibilang
perusak adat oleh orang Rimba sebelum akhinrya diterima. Bertahun2 pendekatan
baru dapat beberapa orang murid. Tapi berkat kegigihan, kesabaran dan rasa
sayangnya pada anak2 akhirnya Mbak Butet ini diterima sebagai Ibu Guru bagi
anak2 Rimba. Ternyata anak2 Rimba adalah anak2 yang cerdas (dan memang
demikianlah semua anak diciptakan ^^). Mereka bahkan menguasai baca tulis lebih
cepat dan lebih baik daripada anak2 desa (di pinggir hutan) yang sekolah di SD
Negeri (nah loh :P). Ini sih, bukan karena anak2nya cerdas, tapi karena Ibu
Gurunya juga hebat.
Bertahun2 bekerja sebagai
fasilitator pendidikan di WARSI, Mbak Butet akhirnya “galau” juga, karena
ternyata misi WARSI cuma mengenalkan baca tulis pada orang rimba. Padahal
menurut Mbak Butet, pendidikan itu maknanya luasss. Baca tulis saja tidak akan
membuat kehidupan orang Rimba lebih baik, setelah baca tulis lalu apa? Apa
mereka bisa memberdayakan diri mereka sendiri? Apa mereka bisa menyuarakan
pendapat ketika hutan mereka dibabat? Apa mereka bisa mempertahankan eksistensi
mereka di tengah gerusan modernisasi? Apa yang bisa mereka lakukan jika suatu
saat hutan habis?
Dengan kegalauan2 itu, akhirnya Mbak
Butet ini keluar dari WARSI dan berjuang bersama teman2nya mendirikan Sokola
Rimba. Sokola Rimba yang ini adalah sekolah dan pendidikan dalam arti yang
sebenarnya, bukan cuma baca tulis, tapi juga belajar dari alam. Anak2
dikenalkan pada ilmu tumbuh2an, hewan, diajari Bahasa Indonesia, dsb.
Pendidikan yang sesuai kebutuhan dan kondisi orang Rimba, bener2 seru.
Kalo orang Denmark, Inggris,
Norwegia, Jepang punya konsep The Forest School (sekolah di hutan), Sokola
Rimba ini bisa disebut The Real Forest School. Anak2 di Rimba bukan cuma
dikenalkan dengan hutan sebagai tempat belajar yang asyik dan seru, tapi mereka
hidup dan belajar di hutan itu sendiri. Keren kan?
Sebenarnya panjang banget sih kalo
mau cerita buku ini, soalnya isinya juga pengalaman2 seru Mbak Butet selama di
hutan. Digigit lintah sepanjang perjalanan, disuruh makan belatung pohon yang
gedhe2, didatangi beruang, dikejar2 lebah dan buanyak lagi. Belum lagi
pertanyaan2 lucu dan seru anak2 Rimba kepada Ibu Guru, kisah sedih si anak
Rimba yang dilarang orang tuanya sekolah, dsb.
Pokoknya kalo baca buku ini, ati2
aja, nanti dikira orang gila :P. Ketawa cekikikan, lalu menangis haru, kadang
marah2 sendiri (itu saya maksudnya hahaha).
Nah, daripada penasaran beli aja
bukunya ya, kalo yang budgetnya tipis kaya saya sih, pinjem juga gapapa :P.
Buat yang beli juga sekalian beramal lo, soalnya keuntugan dari buku ini juga
buat Sokola Rimba kok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar