Rabu, 11 Desember 2013

Resensi Buku “Sokola Rimba”





Sokola Rimba menceritakan perjuangan Butet Manurung, seorang sarjana dan master Antropologi yang bertahun2 mendekati orang2 dan anak2 Rimba agar mereka mendapat pendidikan. Yang saya suka dari buku ini adalah konsep pendidikan yang dikenalkan oleh Mbak Butet. (haduh saya bingung manggil Mbak Butet atau Teh Butet ya ato Butet aja. Berasa ga sopan kalo Butet aja, tapi Butet itu dalam Bahasa Batak artinya juga Mbak :D). Mbak Butet ini awalnya bekerja di WARSI, sebuah LSM konservasi hutan di Sumatra dan ditugaskan di bagian pendidikan. Target utama yang diberikan pada Mbak Butet waktu itu adalah
mengajar baca tulis bagi anak2 Rimba.
Orang2 Rimba adalah sebutan bagi suku yang mendiami Taman Nasional Bukit DuaBelas (TNBD) yang ada di Jambi. Sebutan keren bagi suku seperti Orang Rimba ini adalah indigenous people. Orang Rimba hidup di hutan, dengan berburu dan meramu. Mereka hidup berkelompok dan berpindah2. Sayangnya kehidupan mereka banyak mengalami gangguan, terutama karena kerusakan hutan, penebangan liar, perubahan lahan hutan jadi lahan kelapa sawit, dsb. Di TNBD sendiri, ada beberapa kelompok (yang disebut rombong) orang Rimba. Waktu Mbak Butet mendekati orang Rimba dan menawari pendidikan, mereka takut, bahkan menolak. Menganggap pendidikan akan mengubah adat mereka, bahkan mereka menjuluki pulpen sebagai “setan bermata runcing”. Orang Rimba bilang begitu karena mereka sering ditipu orang terang (sebutan untuk orang kota atau desa, yang bukan orang rimba). Orang2 terang menulis perjanjian diatas kertas, minta cap jempol orang Rimba, yang karena tidak bisa baca, tidak tahu ternyata isinya adalah surat perjanjian untuk menjual hutan mereka, tanah mereka dsb. Orang terang kadang ada yang menipu orang Rimba ketika menjual hasil hutan di pasar, timbangan 5 kilo dibilang 3 kilo, 3 kilo dibilang sekilo. Karena tidak bisa baca, orang Rimba cuma bisa nurut, walapun dalam hati mereka bertanya2 “rotan hari ini lebih banyak dari kemarin, kenapa dapat uangnya sama?”. Berbagai ketidakmujuran dialami orang Rimba karena tidak bisa baca tulis.
(Note : orang Rimba menjual hasil hutan/hasil pertanian pada masyarakat luar, biasanya lokasinya di sekitar hutan, mereka juga sudah mengenal uang, yang biasanya juga dipakai untuk belanja kebutuhan di pasar setempat, misal : gula, beras, dsb yang tidak bisa didapat dari hutan).
Selama bertahun2 Mbak Butet ini pindah2 dari satu rombong orang rimba ke rombong orang rimba yang lain, berkeliling hutan. Pernah diusir, dibilang pembawa bencana, bahkan dibilang perusak adat oleh orang Rimba sebelum akhinrya diterima. Bertahun2 pendekatan baru dapat beberapa orang murid. Tapi berkat kegigihan, kesabaran dan rasa sayangnya pada anak2 akhirnya Mbak Butet ini diterima sebagai Ibu Guru bagi anak2 Rimba. Ternyata anak2 Rimba adalah anak2 yang cerdas (dan memang demikianlah semua anak diciptakan ^^). Mereka bahkan menguasai baca tulis lebih cepat dan lebih baik daripada anak2 desa (di pinggir hutan) yang sekolah di SD Negeri (nah loh :P). Ini sih, bukan karena anak2nya cerdas, tapi karena Ibu Gurunya juga hebat.
Bertahun2 bekerja sebagai fasilitator pendidikan di WARSI, Mbak Butet akhirnya “galau” juga, karena ternyata misi WARSI cuma mengenalkan baca tulis pada orang rimba. Padahal menurut Mbak Butet, pendidikan itu maknanya luasss. Baca tulis saja tidak akan membuat kehidupan orang Rimba lebih baik, setelah baca tulis lalu apa? Apa mereka bisa memberdayakan diri mereka sendiri? Apa mereka bisa menyuarakan pendapat ketika hutan mereka dibabat? Apa mereka bisa mempertahankan eksistensi mereka di tengah gerusan modernisasi? Apa yang bisa mereka lakukan jika suatu saat hutan habis?
Dengan kegalauan2 itu, akhirnya Mbak Butet ini keluar dari WARSI dan berjuang bersama teman2nya mendirikan Sokola Rimba. Sokola Rimba yang ini adalah sekolah dan pendidikan dalam arti yang sebenarnya, bukan cuma baca tulis, tapi juga belajar dari alam. Anak2 dikenalkan pada ilmu tumbuh2an, hewan, diajari Bahasa Indonesia, dsb. Pendidikan yang sesuai kebutuhan dan kondisi orang Rimba, bener2 seru.
Kalo orang Denmark, Inggris, Norwegia, Jepang punya konsep The Forest School (sekolah di hutan), Sokola Rimba ini bisa disebut The Real Forest School. Anak2 di Rimba bukan cuma dikenalkan dengan hutan sebagai tempat belajar yang asyik dan seru, tapi mereka hidup dan belajar di hutan itu sendiri. Keren kan?
Sebenarnya panjang banget sih kalo mau cerita buku ini, soalnya isinya juga pengalaman2 seru Mbak Butet selama di hutan. Digigit lintah sepanjang perjalanan, disuruh makan belatung pohon yang gedhe2, didatangi beruang, dikejar2 lebah dan buanyak lagi. Belum lagi pertanyaan2 lucu dan seru anak2 Rimba kepada Ibu Guru, kisah sedih si anak Rimba yang dilarang orang tuanya sekolah, dsb.
Pokoknya kalo baca buku ini, ati2 aja, nanti dikira orang gila :P. Ketawa cekikikan, lalu menangis haru, kadang marah2 sendiri (itu saya maksudnya hahaha).
Nah, daripada penasaran beli aja bukunya ya, kalo yang budgetnya tipis kaya saya sih, pinjem juga gapapa :P. Buat yang beli juga sekalian beramal lo, soalnya keuntugan dari buku ini juga buat Sokola Rimba kok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar